Egoisme Rumah Sakit yang Berbuah Tewasnya Revan | Portrait Agama

Egoisme Rumah Sakit yang Berbuah Tewasnya Revan

 On Sunday, 6 April 2014  

type='html'>
Egoisme Rumah Sakit yang Berbuah Tewasnya Revan
[Ilu] Meninggalnya Revan Akibat RS Penuh
Janji-janji politik, mungkin janji tentang kesehatan gratis hanyalah impian belaka bagi orang tua Revan Adhyaksa (1,3 Tahun), orang tua yang hanya bekerja sebagai penarik becak motor ini hanya bisa pasrah melihat kepergian anaknya "Revan" yang meninggal karena penolakan beberapa rumah sakit di Makassar, rumah sakit itu antara lain RSUD Wahidin Sudirohusodo, Rumah Sakit Ibnu Sina dan Rumah Sakit Awal Bros, ketiga rumah sakit tersebut menolak revan dengan alasan yang sama "Rumah Sakit Penuh" menurut penjelasan yang di tuturkan oleh Amir (orang tua Revan) "Anak saya ditolak mungkin karena saya mengaku pasien Jamkesda" tutur Amir dengan nada lemah.

Gambaran kecil di atas tidak serta merta di terima oleh rumah sakit, bahkan Kepala Dinas Kesehatan Sul-Sel membela ketiga rumah sakit di atas dengan alasan klasik yang sama diutarakan oleh ketiga rumah sakit di atas, dimana unsur kemanusiaan dan pemerataan hak di Indonesia, mungkinkah rakyat kecil harus tercekik oleh kesemrawutan administrasi dan alasan jamkesda untuk mendapatkan pelayananan kesehatan yang layak?

Berikut Kronologis Tewasnya Revan Kejadian yang dikutip dari makassar.tribunnew.com
Meninggalnya balita Revan (1,3 tahun), warga Jl Haji Kalla karena ditolak empat rumah sakit pemerintah dan swasta ditanggapi Dinas Kesehatan Kota Makassar. Kepala Dinas Kesehatan, dr Andi Naisyah Tun Nurainah Azikin menanggapinya dipolomatis. Menurutnya, ditolaknya balita malang tersebut hingga meninggal dunia karena kamar perawatan rumah sakit penuh.

"Pertama dibawa ke RS Umum Daya karena penuh lalu dirujuk ke RS Wahidin Sudirohusodo menggunakan ambulans RS Umum Daya. Kamar Wahidin juga penuh lalu dirujuk ke RS Ibnu Sina, di situ juga penuh. Lalu dibawa lagi ke RS Awal Bros, penuh juga lalu dibawa ke RS Akademis, di situlah dia meninggal. Jadi perlu saya jelaskan, bukan karena tidak ada penanganan, namun karena UGD rumah sakitnya penuh," kata Naisyah, Kamis (27/6/2013).

Mengapa kamar perawatan rumah sakit penuh? Naisyah mengatakan, kerana RS Wahidin dan RS Umum Daya menjadi rumah sakit rujukan di utara kota.
Pernyataan Andi Naisyah ini, bertolak belakang dengan kesaksian ayah Revan, Andi Amir. Menurut penarik becak motor ini, pertama kali dia membawa anaknya ke RSU Daya. Di rumah sakit ini, Revan sempat diperiksa dan diberi infus oleh tim medis. Namun karena pertimbangan sakit yang diderita Revan telah kritis, tim medis RSU Daya pun merujuk Revan ke RSUP dr Wahidin Sudirohusodo, Minggu (23/6/2013) malam sekitar pukul 19.30 wita.

Dalam keadaan diinfus, Revan diantar menggunakan ambulans RSU Daya bersama seorang perawat. Jarak kedua rumah sakit pemerintah ini hanya sekitar empat kilometer, sehingga hanya dalam hitungan menit, pasien tiba di UGD RS Wahidin. Saat Revan dan ibunya berada di UGD, Amir diminta ke bagian loket. Seorang petugas loket RS itu pun menanyakan identitas Amir dan bayinya. Amir mengaku sebagai pemegang kartu jamkesda.
Beberapa saat usai berurusan di bagian loket, istrinya keluar dari UGD memberitahukan ke suaminya bahwa mereka harus cari rumah sakit lain. Pasalnya, seorang petugas RS Wahidin menyampaikan bahwa Revan tak bisa dirawat di RS tersebut karena sedang penuh pasien.        
“Padahal, malam itu hanya ada tiga pasien di UGD. Beberapa ranjang saya lihat kosong,” tutur Amir yang mengaku hanya mengenyam pendidikan hingga setingkat sekolah dasar ini.
Dengan rasa kesal tinggi, Amir pun memboyong lagi anaknya ke Rumah Sakit Ibnu Sina di Jl Urip Sumoharjo. Masih menggunakan mobil ambulans RSU Daya dan ditemani seorang perawat. Namun saat sampai di RS milik Yayasan Wakaf Universitas Muslim Indonesia (UMI) ini, Revan hanya diperiksa di atas mobil ambulans. Revan tak sempat diturunkan ke UGD.

Tim medis yang memeriksa Revan, seperti dituturkan Amir, lagi-lagi mengaku bahwa tak bisa melayani anaknya karena alasan RS Ibnu Sina sedang penuh. Dari RS Ibnu Sina, bungsu dari empat bersaudara itu kemudian diantar lagi ke RS Awal Bross. Jarak kedua rumah sakit swasta ini hanya sekitar 1,5 kilometer.

Tapi lagi-lagi Revan dan orangtuanya mendapat perlakuan serupa. Revan hanya diperiksa di atas mobil ambulans oleh petugas medis RS Awal Bross. Tak sempat dibawa ke bagian instalasi gawat darurat.
“Lagi-lagi petugasnya bilang RS Awal Bross penuh. Saya mungkin ditolak karena mengaku pasien jamkesda,” tutur Amir dengan suara lemah.

Dari RS Awal Bross, malam itu juga Amir membawa lagi anaknya ke RS Akademis Jaury di Jl Jenderal M Jusuf (dulu Jalan Gunung Bulusaraung). Mereka diangkut lagi dengan mobil ambulans beserta sopir dan perawat RSUD Daya yang setia menemani.

Di RS yang dibangun mantan Panglima Jenderal TNI almarhum Jenderal M Jusuf itulah, Revan akhirnya diterima untuk dirawat. Di RS ini, Amir tak lagi mengaku pasien jamkesda. Tapi pasien umum.
“Sebab saya ragu, kalau saya mengaku pasien jamkesda, anak saya ditolak lagi. Makanya saya bilang pasien umum saat kami diterima,” tuturnya. Saat Revand dipastikan telah mendapat penanganan medis dari RS Jaury Akademis, barulah ambulans beserta sopir dan perawat dari RSUD Daya meninggalkan mereka.

Amir dan istrinya sudah berusaha mencarikan pertolongan untuk anaknya. Namun Tuhan memilih memanggil Revan keharibaan-Nya. Revan meninggal di RS Akademis pada Rabu (26/6/2013) sore sekitar pukul 15.00 atau setelah dua hari menjalani penanganan medis.

Dari RS Akademis, Amir membawa pulang jasad anaknya ke rumah orangtuanya di Jl Haji Kalla No 24, Makassar. Amir mengaku masih menunggak pembayaran perawatan di RS Akademis. Namun ayah anak ini diizinkan pulang setelah menjaminkan KTP-nya ke petugas loket RS.

“Walau anak saya sudah meninggal dan dikuburkan, saya masih sakit hati dengan RS yang menolak menangani anak kami,” tuturnya. Hingga berita ini ditulis, belum ada konfirmasi dari manajemen RSUP Wahidin Sudirohusodo, RS Ibnu Sina, maupun RS Awal Bross.

Kejadian di atas adalah contoh kesenjangan antara si kaya dan si miskin, haruskah indonesia menjadi negara yang terus menerus menikmati kesenjangan tersebut, seakan sila ke lima Pancasila tidak berlaku "Keadilan Sosial bagi Seluruh Indonesia" Kematian Revan adalah sekelumit kesenjangan yang tidak seharusnya terjadi lagi disaat demokrasi dan pemerataan hak di indonesia sudah di gembar gemborkan oleh para pemangku kebijakan baik di rumah sakit maupun di kalangan Pemerintah.

Artikel Rujukan di makassar.tribunnews.com :
Revan Meninggal 4 Pimpinan DPRD Sulsel Soroti Rumah Sakit
Ini Alasan Dirut RSUD Wahidin Sudirohusodo
Alasan Kadis Kesehatan Sulsel - Revan Tidak Ditolak tapi Ruangan Penuh
Kronologis Revan dan Kebohongan Kadis Kesehatan Sul-Sel

©2013 Copyright Ciniki Ronk A. ILLank Written By. A. ILLank

View the original article here

Egoisme Rumah Sakit yang Berbuah Tewasnya Revan 4.5 5 ss Sunday, 6 April 2014 type='html'> [Ilu] Meninggalnya Revan Akibat RS Penuh Janji-janji politik, mungkin janji tentang kesehatan gratis hanyalah impia...