Pengertian, Hukum dan Sejarah Penggagas Niat | Portrait Agama

Pengertian, Hukum dan Sejarah Penggagas Niat

 On Saturday, 5 April 2014  

type='html'>

Pengertian Niat

Niat adalah salah satu pendukung dari pada pekerjaan yang dilaksanakan, Secara bahasa kata Niat berarti Al-Qashdu yang dalam bahasa Indonesia berarti Keinginan atau Tujuan, sedangkan makna dari kata Niat secara istilah sebagaimana yang dijelaskan oleh ulama Malikiah adalah "keinginan seseorang yang ada di dalam hatinya untuk melakukan sesuatu".

Dalam kamus besar bahasa Indonesia Niat berarti [1] maksud ataupun tujuan suatu perbuatan/tindakan [2] kehendak/keinginan didalam hati untuk melakukan sesuatu [3] janji untuk melakukan sesuatu hal jika cita-cita/harapan terwujudkan/terkabul atau dalam istilah lain [kaul/nazar]

Dalam Hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari Hadist Niat pada umumnya ditempatkan pada urutan pertama pada kitab-kitab hadist yang dimana menurut Imam Syafi’i “Cakupan Hadis ini adalah sepertiga ilmu, dimana hadist ini termasuk dalam 70 bab fikih.”, hadist tersebut adalah sebagai berikut :

"Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan" (HR. Bukhari No. 1) 
Pengertian, Hukum dan Sejarah Penggagas Niat

Sejarah Penggagas Lafadz Niat

Asal mula lafadz niat dinisbatkan oleh mazhab Syafi'i, hal ini karena Abu Abdillah Al Zubairi yang masih termasuk dalam ulama mazhab Syafi’i telah menyangka bahwa Imam Asy Syafi’i rahimahullah telah mewajibkan untuk melafazkan niat ketika shalat.

Sebabnya adalah pemahamannya yang keliru dalam mengiterpretasikan perkataan Imam Syafi’i yakni redaksi sebagai berikut:” Jika seseorang berniat menunaikan ibadah haji atau umrah dianggap cukup sekalipun tidak dilafazkan.Tidak seperti shalat, tidak dianggap sah kecuali dengan AL NUTHQ (diartikan oleh Al Zubairi dengan melafazkan, sedangkan yang dimaksud dengan AL NUTHQ disini adalah takbir) [al Majmuu' II/43]

An Nawawi (seorang ulama pembesar mazhab Syafi’i) berkata: “Beberapa rekan kami berkata: “Orang yang mengatakan hal itu telah keliru. Bukan itu yang dikehendaki oleh As Syafi’i dengan kata AL NUTHQ di dalam shalat, melainkan yang dimaksud dengan AL NUTHQ oleh beliau adalah takbir. [al Majmuu' II/43; lihat juga al Ta'aalaim :syaikh Bakar Abu Zaid:100]

Ibn Abi Izz Al Hanafi berkata : “Tidak ada seorang ulamapun dari imam 4 (madzhab), tidak juga Imam Syafi’i atau yang lainnya yang mensyaratkan lafaz niat.Menurut kesepakatan mereka, niat itu tempatnya dihati.Hanya saja sebagian ulama belakangan mewajibkan seseorang melafazkan niatnya dalam shalat. Dan pendapat ini dinisbatkan sebagai mazhab Syafi’i. Imam An Nawawi rahimahullahu berkata :”Itu tidak benar” (Al Itbaa’ :62)

Ibn Qoyyim berkata :”Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam jika hendak mengerjakan shalat,maka dia mengucapkan Allahu Akbar.dan beliau tidak mengucapkan lafaz apapun sebelum itu dan tidak pernah melafazkan niat sama sekali. Beliau juga tidak mengucapkan:

“ushali lillah shalaata kadzaa mustaqbilal qiblah arba’a raka’at imaaman aw ma’muuman (artinya :aku berniat mengerjakan shalat ini dan itu karena Allah,menghadap kiblat sebanyak 4 raka’at sebagai imam atau makmum).

Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam tidak pernah mengatakan adaa’aa atau qadhaa’an (artinya melakukannya secara tepat waktu atau qadha’). Dan tidak pernah juga menyebutkan kefardhuan waktu shalat. Semua itu adalah bid’ah yang tidak ada sumbernya dari seorangpun baik dengan sanad yang sahih,dhaif,musnad (bersambung sanadnya), ataupun mursal (ada perawi yang gugur dalam sanadnya). Bahkan tidak juga dinukil dari seorang sahabat nabi,para tabi’in dan imam 4 (mazhab).
Tempat niat itu ada di dalam hati tanpa (pengucapan) lisan (lafadz) hal ini berdasarkan pada kesepakatan para imam Muslimin untuk pelaksanaan semua ibadah : bersuci (thaharah), shalat, zakat, puasa, haji membebaskan budak (tawanan) serta berjihad dan yang lainnya. Meskipun lisannya berucap berbeda dengan apa yang diniatkan di dalam hati, maka yang terhitung sebagai niat adalah apa yang ingin dilaksanakan oleh hati bukan berdasarkan lisannya. Walaupun ipengucapan niat dengan lisannya bersama-sama niat, dan niat tersebut belum sampai ke dalam hatinya, hal ini dianggap belum mencukupi ini sesuai dengan kesepakatan para imam Muslimin sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya niat adalah salah satu jenis tujuan dan kehendak yang tetap yang berasal dari dalam hati, belum tentu niat yang didalam hati sama dengan lafadz yang diucapkan.

Hukum Membaca Niat saat Shalat

Melafadzkan niat sudah termasuk aktifitas yang sangat sering dijumpai dalam melaksanakan ibadah, keadaan yang dijumpai adalah dimana melafadzkan niat dilakukan sebelum melakukan takbiratul ihram, namun seperti penjelasan di atas bahwa niat ada didalam hati, bisa jadi niat bertentangan dengan lisan dan bisa pula niat itu selalu sejalan dengan perkataan.

©2013 Copyright Ciniki Ronk A. ILLank Written By. A. ILLank

View the original article here

Pengertian, Hukum dan Sejarah Penggagas Niat 4.5 5 ss Saturday, 5 April 2014 type='html'> Pengertian Niat Niat adalah salah satu pendukung dari pada pekerjaan yang dilaksanakan, Secara bahasa kata  Niat  b...